Hari ini aku kesal sekali! Aku pergi ke dokter dengan memegang janji
dokter bulan lalu yang mengatakan bahwa obatku akan dikurangi.
Semuanya berjalan lancar, aku tidur sambil menunggu dokter datang. Aku
membeli basreng untuk meredakan lapar dan mengusir rasa kantuk. Aku
mengobrol dengan dokter dengan rasa tenang. Sampai aku bilang kepada
dokter kalau aku melihat warna berbentuk malaikat. Saat melihatnya, aku
biasa saja. Tapi saat aku bilang lah masalahnya terletak.
Kulihat dokter yang sudah mengurangi obatku pun mencoretnya dan
menambahkannnya kembali. Aku pun syok. Akibat syok tersebut, aku sedikit
melamun. Kecewanya lagi, dokter bertanya, "Kenapa mikirnya lama?" dan
bilang kalau aku masih sering melamun. Aku sedih sekali. Setiap kali aku ingat itu, diriku merasa kurang enak.
Padahal di hari biasa aku jarang sekali melamun. Hanya karena syok tadi
aku menjadi seperti itu. Di kala aku membutuhkan kefokusan (bertemu
dengan dokter), di situlah kefokusanku sedikit menghilang. Hari burukku.
Padahal aku sudah berekspektasi tinggi. Tapi harapan itu runtuh karena
tak tercapai. Karena satu kalimat, hariku hancur. Padahal hari inilah
aku tidak sekolah dan aku bebas melakukan apa yang aku mau.
Pikiran ini mumet dan aku merasa gelas pikiranku penuh, aku harus segera
bercerita ke Bapak, dan menuangkan pikiranku dengan cara yang baik.
Jangan sampai gelas pikiranku penuh atau bahkan tumpah karena hal
seperti ini. Hal itu marabahaya! Aku akan terus menjaga pikiranku agar
sestabil mungkin.
Bahkan mendengarkan lagu pun tidak membantuku. Walaupun itu biasanya sumber kebahagiaanku. Ya Allah, aku kenapa?
Aku bertekad, lain kali, kalau aku bertemu dokter, tak usah ceritakan
hal-hal yang berupa masalah sepele. Aku saja tadi mendengar bisikan
sedikit di ruang dokter tak masalah, tak kuceritakan. Kenapa aku harus
bercerita tentang bayangan yang sepele?
Menulis dan bercerita secara verbal adalah caraku menyalurkan isi dalam diriku. Apa caramu?