Jumat, 19 September 2014

Aku Ningsih

Aku adalah Ningsih. Gadis pemikir yang kurang nakal. Kalian tahu apa yang disebut pikiran ngerumpel kayak gitu. Nggak enak banget. Karena kalian nggak menikmati saat ini kalian jadi mikir yang aneh-aneh. Saat kalian nggak mau makan tapi malah makan dan berpikir kalau kalian gendut? Saat ada Uwa Zamzam dan para Salik setiap kali kalian nggak menikmati kegiatan kalian saat ini. Dan kalau kalian suddenly pengen nyorat-nyoret tugas sama ngerobek-robekinnya. Dan kalian berpikir kalau kalian adalah anak ABK karena bolak-balik sama mau ngorak-ngorek tempat sampah dan kalian merasa melakukan itu salah tapi kalian harus tetap melakukannya, anyway.
Dan saat kalian nggak punya sense untuk melakukan sesuatu dan merasa yang kalian lakukan nggak berguna. Dan kalian merasa rigid and fragile at the same time. Saat itu, kalian tahu apa isi hati kalian tapi kalian harus melakukan perang antara hati dan logika dan isi hati kalian selalu bener tapi salah at the same time karena logika kalian. Dan saat orang lain bilang diem, diem, atau belum atau dipikirin atau Astaghfirullah atau astaga. The way Agist say that to me, it is so annoying. I can't stand it. Tapi tetap saja itu momen yang aku tunggu-tunggu dan diikuti. Sudah kubilang, aku kurang nakal.
The way Shadra bilang susah lalu pergi begitu aja. The way Bu Adjeng bilang apa lagi yang mengabdi. The way Om Agus bilang take a hope on your wings. The way Uwa Zamzam bilang jiwamu bersayap dan menemukan diri sendiri dan dapet Ridha Allah dan Allah sudah membukakan pintu Ridha. Dan other perkataanku yang diekspresikanku lewat orang lain dalam pikiranku. Dan the way Teh Witrin berbicara padaku, it is really something. It's fearless.
Kurang nakal-nya aku kata Bapak adalah kurang seneng-seneng; kurang hepi-hepi. Itu memang benar, karena kalau aku main saja aku bisa berpikir: aku main sambil ketawa-ketawa. Itulah aku, main saja bisa mikir. Mungkin (yang termasuk kata kurang nakal), aku bisa mengekspresikan emosiku lewat tulisan rather than ngomong. And, this is it. I made it! Ini luapan emosiku tentang bagaimana aku menulis FB-ku di depan kelas dan aku pikirkan lagi. I'm totally kurang nakal! Aku suka baca Merriam-Webster, makanya Bahasa Inggris ku gini :-)

Animal Farm

Animal Farm
All the Animal Farm are working to make a windmill. They work all day all night just to make the windmill. Season after season just pass. And the windmill-work just done after one year long. But then, all the people in the bar are jealous because Animal Farm seems to be making much money for Mr. Whimper; that has to be an Animal Farm owner. They just go demo-ing with all their big-fork and their torch. One of them, who go anyway with his drinking-habit go to the windmill and just explode it with self-exploding-bomb and just die within it. All Animal Farm are shocked and go to their old-way; working hard all day all night. Boxer and Benjamin are once again wearing the medal of most-hardwork-Animal Farm-ever.
One day, Boxer and Benjamin are working in the storm. Boxer is trying to lift one rock with a rope and a storm just strike it down and the rock fall down exactly at Boxer’s head. Benjamin are sobbing and crying (still with his running to other Animal Farm). You see, they are all seeing Boxer and thought he was dead. But, no! Boxer is still alive and his left-leg is badly injured. So, Boxer could not longer doing all his hardwork, again.
And the pig family, they are lazy, bossy, and arrogant. They claim themselves as the ruler of Animal Farm. Napoleon is their leader; as I know it. Snowball, is dead, because all the pigs and the dog are killing her; as they said. Other Animal Farm are acting as usual, loyal to their master, hard-worker, and cooperated among themselves. And The Hen, they are protective for their eggs, and, too, loyal to their master. As we know, it is their responsbility to be loyal to their master, as well.
In one other day, a once-they-called Death Wagon go to Animal Farm, and bring Boxer with his injured legs go to Mr. Whimper Glue Factory. One by one accidents happen, and the pigs, are drinking the whiskey that worth, who knows, Boxer’s life. Otherwise, Boxer is dead because of simply a Death Wagon bring him to his death.
Animal Farm do not want to live under Pig’s Rule. With all their dirty habits and menial to other Animal Farm. Menial means enslaving. All I mean is The Pig is enslaving other Animal Farm, live a luxury-life, and greedy with the food from other Animal Farm. Squaler is a reporter and assistant to Napoleon. And all I can told you about Napoleon is:  Napoleon is a big pig with black skin and ambitious for more money from Animal Farm. Napoleon is totally greedy, for simple explanation.

Years pass on Animal Farm, and the pigs become more and more like human beings—walking upright, carrying whips, and wearing clothes. Eventually, the seven principles of Animalism, known as the Seven Commandments and inscribed on the side of the barn, become reduced to a single principle reading “all animals are equal, but some animals are more equal than others.”Looking in at the party of elites through the farmhouse window, the common animals can no longer tell which are the pigs and which are the human beings.

Selasa, 16 September 2014

Berteman

Berteman itu nggak susah, kok. Kita hanya perlu bergaul dengan orang yang tepat aja. Tapi berteman dengan semua teman di sekolah kamu itu wajib, ya. Cuman, jangan malu buat nanya nama, misalnya kita ketemu seseorang yang atraktif di kantin terus kamu langsung aja nanyain namanya; jangan malu-malu! Dan, note banget ini ya, kalau dibilangin SKSD  alias sok kenal sok deket biarin aja. SKSD itu baik, kok. Dan kamu hanya perlu tersenyum setiap kali bertemu orang yang kenal sama kamu. Inner beauty itu yang terpenting. Kalau inner beauty nya muncul, pasti outside beauty-nya juga kena. Kamu selalu cantik kok (setiap kali kamu tersenyum). Terus, kita juga harus nggak boleh malu-malu dalam menyampaikan pendapat kita. Pikirkan juga (tapi nggak usah mikir-mikir banget ya) kalau mau ngomong sesuatu yang ngena banget. Kayak misalnya, bapak kamu kerjanya apa atau yang lain-lain semacam itulah! Atau mungkin crush atau apapun itu namanya. Kalau mau jadi teman yang baik, buat setiap perkataanmu itu berarti; jangan ngomong yang sia-sia! Dan kalau mau jadi temen yang baik juga, jadilah pendengar yang baik. Karena aku juga pernah pengalaman, aku malu banget kalau ngomong sama temen yang nggak deket karena dibiasain kalau mau ngomong mikir dulu. Dan aku juga pernah pengalaman kalau ngomong sama temen nggak mikir dulu, alias langsung ceplas-ceplos sampai nggak ngerti apa yang aku bicarain itu; dan itu juga nggak baik.
Kalau kamu kesepian, jangan cuma duduk di meja sambil bengang-bengong doang, kamu harus samperin temen yang lain: daripada di meja mikir yang nggak-nggak. Tapi itu juga tergantung sama kamu sih, apakah kamu orang yang pendiem atau nggak. Introvet (seriing berkomunikasi di ‘dalam’ diri) atau ekstrovet (cenderung berkomunikasi di’ luar ‘ diri). Kalau aku sih, tengah-tengah ya. Dan satu lagi, kamu jangan minder, jangan pikirin kalau ada orang yang bilang kamu gendut, atau apa kek. Kalau dibilangin gitu; dan kamunya juga ada sesuatu yang mengganjel, lebih baik cerita aja. Ke Mama atau ke sahabat (Itu alternatif yang baik, kok!). Daripada, kamu pendem terus dan pada suatu hari sesuatu itu ke luar dalam emosi yang meledak-ledak!—itu juga nggak baik, kan. Makanya, kamu kalau ada sesuatu yang terpikir di kepala atau terasa di hati, langsung ngomong aja! Nggak apa-apa ngomong sendiri, juga. Daripada, dipendem dalam hati dan kamunya juga nggak, enak. Iya, kan?
Ibarat gunung di tengah laut, gunung yang muncul di luar itu adalah kesadaranmu, dan gunung yang di dalam adalah ketidaksadaranmu. Kalau kamu terus masukin masalah kamu ke dalem terus, nanti gimana kalau suatu hari gunung itu meledak? Nanti gimana kalau kamu terus nggak enak karena alam bawah sadarmu banyak ganjelannya? Nggak enak banget, kan. Makanya, apa-apa itu harus diomongin! (Selama kamu nggak keberatan dengan omongan kamu itu). Dan kamu juga harus percaya diri! Selama kamu dengerin saran aku, Insyaallah kamu nggak punya masalah apa-apa sama temen kamu. Oh ya, dan (satu) lagi, kamu juga jangan ngeganggu temen kamu, ya. Kecuali kalau hanya bercanda (nggak apa-apa). Bercandanya juga jangan berlebihan ya, kalau temen kamu sampai sakit perut atau merintih-rintih kesakitan karena becandaanmu itu; itu berarti bercandaanmu sudah berlebihan! Hentikanlah bercanda sampai seperti itu! Walaupun, sakit perut karena ketawa itu enak dan menyehatkan ya (maksudnya ketawanya; yang enak dan menyehatkan). Ambillah jalan tengah, kalau sedih jangan terlalu sedih dan kalau senang juga jangan terlalu senang. Sak madyo, saja.

Begitulah saranku tentang how to make your friendship long last (apa ini?). Semoga bermanfaat ya. Wassalam.

Minggu, 14 September 2014

Pengalamnku: Tidak Senang Belajar Agama

Aku belajar Tajwid di Mutiara Hati, suatu hari Guru Tajwid-nya; yang aku lupa namanya. Datang ke kelas dan ingin mengajar seperti biasa. Tapi, temanku Bila menyeletuk, gini:
"Pak, main game yuk!"
"Iya, Pak." Timpal Salsa.
"Ayo, Pak! Main game ah!" Iffa bilang.
Aku juga ikut menimpali. Memang, saat itu aku paling suka main game pas pelajaran. Namanya juga asyik ya...
Tapi Ghulam bilang; "Nggak, ah, Pak! Namanya juga belajar. Ya... Belajarlah!"
"Iya, masa main mulu. Belajar atuh!" Kata Wisnu.
"Iya, belajar atuh lah!" Celetuk Gilang.
Mayoritas anak cowok bilang belajar. Dan mayoritas anak cewek; termasuk Tasya mintanya bermain. Alasannya: "kan belajar sambil bermain, Pak!"
Aku tahu meminta bermain game setiap kali ada guru datang ke kelas adalah hal yang kekanak-kanakan untuk dilakukan. Tapi, aku tetap melakukannya, anyway.
Akhirnya, kami bermain game yang tidak seru. Untuk sebenarnya, aku cukup kecewa karena game yang dimainkan tidak seru, membosankan, dan hanya sebentar. Entah kenapa, aku juga merasa malu sama anak cowok karena game-nya nggak seru. It really pissing me off, seriously.
Lanjutannya, kami malah belajar Tajwid (sebenarnya nama pelajarannya bukan Tajwid; aku lupa namanya: tapi untuk kata ganti lebih baik aku pilih kata sebagai berikut:
Tajwid.
Kadang, ter-pissing-off-kan adalah option yang baik untuk membuat kita menjadi tambah kuat. I'm serious.

Sekali lagi, cerita tentang tidak senang belajar Agama...

"Ningsih tulis ya." Kata Bu Nur sambil memberikan selembar kertas padaku: kertas tersebut berisi tugas yang akan diberikan kepadaku dan teman-teman.
"Ya, Bu." Jawabku singkat sambil malu-malu; begitulah sikapku kira-kira saat berada di Ruang Guru.
Aku mulai kembali ke kelas dan menuliskan tugas tersebut menggunakan spidol yang aku tidak tahu isinya.
Spidol itu permanen!
Pertama, Anika mengejekku dengan perkataan: "Wayolo, Siti!" Dilanjutkan Ari dan Angel mengolok-olokku dengan cara mereka sendiri-sendiri. Kalau tidak salah, ada orang lain yang mengejekku; tapi, tetap, yang paling kuingat adalah ejekan Anika, Ari, dan Angel.
"Walu, Siti! Dimarahin, lu! Mampus, mampus!" Cemooh Angel.
"Yaaaahhhhh... Siti! Mampus lu Ning, dimarahin Bu Nur, lu!" Kata Ari.
Aku hampir menangis (yang kutahan). Akhirnya, Bu Nur datang dan menanyakan apa yang terjadi:
"Ini ada apa anak-anak malah ribut bukannya ngerjain tugas?!" Jelas Bu Nur (bilang gitu).
Anak-anak masih mengabaikan Bu Nur: aku juga turut prihatin sama Bu Nur karena Bu Nur adalah guru yang terabaikan oleh anak-anak muridnya.
(Kelas masih ramai seperti Pasar.)
Anak-anak (yang nggak semuanya) melaporkan apa yang terjadi kepada Bu Nur dengan nada yang nggak nyelaw. Selon. Tapi sebelumnya aku yang bilang terlebih dahulu ke Bu Nur. Silakan kalau mau bingung.
At the last, aku membersihkan noda permanen dengan minyak kayu putih, seraya Bu Nur menasehati teman-teman:
"Kalian itu maunya cuman ngomong doang. Ningsih itu udah bagus; udah mau berusaha!" Hanya Bu Nur saat itu yang benar-benar perhatian sama aku.
Akhirnya juga, papan tulisnya menjadi bersih kembali ��.
Aku dan Anika ke kantin bareng. Untuk kesekian kalinya, aku memaafkan Anika karena pembullyannya tanpa ia meminta maaf terlebih dahulu. Aku memang sabar. Tapi, hal seperti itu membuatku lebih kuat lagi. Sebagai bukti, sekarang aku sudah tak mempan lagi kalau mau dibully. Begitulah hidupku.

Sekian ceritaku tentang tidak senang belajar Agama, terima kasih sudah membacanya. Luv u.

Siti Cahyaningsih

Pengalamanku: Senang Belajar Agama

Aku belajar Agama di Mutiara Hati. Disana, ada guru bernama Pak Hasan. Pak Hasan orangnya sangat humoris. Aku suka sekali dengan Pak Hasan. Sampai pada suatu kali, aku mendengarkan cerita Pak Hasan edisi Ramadhan. Aku lupa bagaimana detil ceritanya. Tapi, aku serius, itu sangat lucu. Sangat menghibur aku dan teman-teman.
Sampai akhirnya; yang jadi jalannya juga: aku dan teman-temanku (ya, iyalah!) nggak belajar Agama selama bulan Ramadhan. Apa cuma tiga kali yang ceritanya seru banget; apa gimana? Aku lupa! Tapi se-nggak-serunya Pak Hasan tetep seru banget, kok. Pak Hasan juga mencantumkan nilai-nilai moral dalam cerita beliau. Itu membuat kami tertawa dan belajar di waktu yang sama. Pelajaran moral; pelajaran yang tak hanya mengejar nilai belaka, sekaligus juga pelajaran yang akan benar-benar dipakai dalam hidup. Walaupun, pelajaran akademik secara langsung adalah taktik jitu untuk menata pikiran. Semua pelajaran; bahkan segala sesuatu yang kita lakukan akan menjadi pelajaran bagi hidup kita.  Dan akan menjadi bekal untuk hidup kita selanjutnya. Sudah, ah! Ini malah jadi ceramah.
Ya, aku menyukai Pak Hasan sebagai guruku. Beliau selalu melanturkan lawakan-lawakan segar yang membuat pikiran menjadi fresh. Seperti memasukkan pelajaran ke kepalaku (atau kami) dengan sangat-sangat ringan. Memberikan ulangan yang mudah namun berbobot, menambah hafalan dengan cara yang mengasyikkan, dan lain sebagainya yang membuatku (atau kami; sebagai kata ganti) menyukai Pak Hasan.

Begitulah ceritaku tentang Pak Hasan. Sekarang, kita ganti ke topik lain, yuk!

Aku menyukai pelajaran Agama saat subjek pembelajarannya seru. Sebagai contoh, kita ambil "Hari Kiamat". "Kenapa seru?" Karena di dalamnya terdapat contoh-contoh ekstrem yang membuat bulu kuduk kita merinding dan hal-hal seperti itu. Hal-hal yang ekstrem selalu membuatku bersemangat. Dan hal itu pula yang memacuku untuk belajar lebih giat lagi. Aku suka pelajaran Agama karena gurunya asyik. Mereka bercerita dengan penuh semangat tanpa peduli apa kata orang menilai mereka. Itu membuatku senang dan otomatis membuatku senang belajar Agama Islam. Aku (sebagai Ningsih) juga menyukai suatu pelajaran jika pelajaran itu mudah. Sebagai contoh, aku menyukai pelajaran Agama saat aku bersekolah di SDN Pejaten Timur 18 PG karena pelajaran Agama-nya cenderung mudah. Aku selalu selesai duluan (dari teman-teman) kalau ada tugas: dan tugasnya itu gampang banget! Aku tinggal nyari-nyari sebentar, habis itu langsung masuk ke otak tanpa perlu belajar lagi. Asyik banget, kan? Hal-hal seperti ini juga memacuku untuk menyukai suatu mata pelajaran. Bagaimana menurutmu? Bukankah aku seseorang yang sangat beruntung untuk masih diperbolehkan berjalan di bawah tujuh lapis langit yang biru? Bukankah iya? Don't you think so? I hope you think so.

Bye, thank you for reading my article. I love you.

SITI CAHYANINGSIH

Selasa, 09 September 2014

Pengalamanku Mengikuti Lomba Hafalan

Aku pernah bersekolah di SDIS Mutiara Hati. Di sana, seluruh murid di kelas selalu menambah hafalan bersama-sama sehabis Shalat Dhuha. Aku dan teman-teman menghafal surat-surat di Juz 'Amma dengan cara ini:
"Iqra' bismi rabbi kal ladzi khalaq." Kata Bu Firda yang sedang mengajarkan surat Al-Alaq ayat 1 itu. Dan kami, (sebagai murid) mengikuti kembali ucapan Bu Firda.
"Nah, sekarang, ayo dua kali lagi ulanginya!" Ajak Bu Firda kepada murid-murid beliau. Sekali lagi kami mengikuti instruksi beliau
Seraya bibirku mengucapkan mimik surat itu, aku berkata dalam hati,"Kini, aku berada di kelas 4 Zaid bin Haritsah. Kelas yang rame dan berisik."
Aku memerhatikan aspek dalam kelasku itu; teman-temanku dan suasananya. Mereka semua macem-macem! Si Ghulam nyeleneh ke guru, Salsa sama Bila sedang sibuk ngafalin sendiri, Ehhhhh... Wisnu malah asyik ngobrol. "Sekelas aja aku perhatiin sekilas." Begitu opiniku tentang aku saat itu.
Kami menghafal surat Al-'Alaq dari ayat 1 sampai 5.
Kami terus mengulangi kegiatan ini. Setiap Senin-Jumat. Menghafal dan belajar surat-surat di Juz 'Amma sangat mengasyikkan bagiku.
Dari situlah aku bisa menghafal Juz 'Amma sampai surat sebelum 3 surat awal Juz 30, aku lupa namanya; ini adalah salah satu alasan mengapa aku suka Mutiara Hati.

Sementara di tempat pengajianku, Al-Furqan. Aku ditawari oleh Teh Diah (guru pengajianku) untuk mengikuti lomba hafalan. Aku sendiri yang tertarik dengan lomba itu menyetujui untuk mengikutinya. Walaupun, teman-temanku berkomentar, "Ih, kalau aku mah males." Tapi, tak apa, aku menguatkan niatku untuk mengikuti lomba. Bismillah.
Aku berlatih hafalan di Mutiara Hati seperti biasa. Sampai tiba hari Sabtu itu.
Kontestan dari Pengajian Al-Furqan hanya satu; yaitu aku sendiri. Dan adikku yang bernama Diah, mengikuti lomba mewarnai. Hanya saja Diah mengikuti lomba untuk mewakili Mutiara Hati, bukan Al-Furqon.
"Ananda Siti Cahyaningsih, silakan maju ke depan..." ucap seseorang lewat mikrofon.
Sekaranglah saatnya tiba giliranku, aku melafalkan surat yang diminta oleh para Juri. Aku dapat melafalkannya dengan lancar, walaupun ada yang tersendat-sendat. Aku akhirnya berhasil maju ke depan!
Aku sangat senang karena Teh Diah (guru di pengajianku) menemaniku dan bilang kalau tampilan dan bacaanku bagus. Alhamdulillah Ya Allah.
Alhasil, aku tak menang. Tak apa, ini menjadi pengalaman baru bagiku. Aku senang dapat berada di sini hari ini dan saat ini.
"Ningsih teh bagus, hafal suratnya. Tapi, bacaannya nggak pake murattal, jadinya kalah deh sama yang pake murattal." Ucap Teh Diah sambil menanpilkan senyum khasnya kepadaku dan teman-temanku. Diantara mereka adalah Teh Tiwi dan Sarah; mereka yang berbicara:
"Langsung gak mau gue mah, males soalnya." Kata Teh Tiwi.
"Iya, aku juga, males." Jawab Sarah.
Teman-temanku masih mencintaiku. Mereka bilang, "Ningsih hebat! Hafaleun euy!" Begitu kira-kira versiku tentang omongan mereka pada kala itu. Aku pun tersenyum mengingat semua ini. Whoever read this, I love you.
Inilah kata-kata terakhirku:
Terima kasih Mutiara Hati dan Al-Furqon, berkatmu, aku jadi hafal banyak doa dan hafalan.
Terima kasih sudah membaca. Aku senang kalian membaca karyaku.

Salam pecinta hafalan,
Siti Cahyaningsih

Pembukaan

Bandung, 9 September 2014

Perkenalkan, nama saya Siti Cahyaningsih, biasa dipanggil Ningsih. Sekarang, saya bersekolah di SMP Bahtera Muthahhari. Mulai sekarang, saya akan menge-post tentang diri pribadi saya. Bagi yang mau bertegur sapa dengan saya silakan kirim email ke < siticahyaningsih550@gmail.com >. Terima kasih sudah mampir ke blog ini. Semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua ;-)

Salam cinta,
Siti Cahyaningsih