Sabtu, 13 Mei 2017

Sebuah Harapan Kecil



Sebuah Harapan Kecil

Belinda, gadis cantik itu tinggal di hutan bersama Ibunya. Bapaknya pergi merantau entah jauh di sana, dan tak kembali lagi. Ibunya merupakan penjual kayu bakar di kota sana. Memang, jalannya agak jauh. Tapi apa kata, itulah satu-satunya cara untuk makan dan tetap hidup.
Belinda adalah anak tunggal. Satu hari dahulu ia sangat senang karena Ibunya mengandung lagi. Apa kata takdir, Ibunya keguguran. Sepertinya karena stress akibat Bapaknya yang pergi jauh dan tak kembali. Sebagaimanapun cinta Ibunya pada Bapaknya, Bapaknya takkan kembali. Tuhan tahu itu.
Belinda selalu bermimpi. Bagaimana jika ia dan Ibunya hidup berkecukupan. Tak perlu istana atau sepatu kaca. Roti untuk dimakan tiap hari adalah berkah Ilahi untuknya. Harapan kecil itu ada di hatinya. Belinda dan Ibunya hanya makan bubur pada pagi hari dan kelaparan hingga terlelap pada malam hari. Betapa sengsaranya hidup Belinda.
Belinda sangat suka langit. Belinda yakin melewati batas langit sana ada suatu tempat yang indah bernama surga. Belinda ingin ia dan Ibunya masuk surga di atas sana. Oleh karena itu, Belinda rajin berdoa pada Tuhan. Mengharapkan ridha nya. Langit juga merupakan tempat Belinda mengistirahatkan raganya. Belinda senang melihat langit di sela-sela pohon yang mengitari rumah Belinda. Meski sedikit, itulah yang membuatnya indah.
Belinda belum pernah jatuh cinta. Belinda adalah tipe orang yang sulit jatuh cinta. Ketampanan yang ia temukan saat kadang ia pergi ke kota kala menemani Ibunya berjualan tak membuatnya terpesona sedikit pun. Tapi Belinda sangat kagum dengan kota tempat Ibunya berjualan. Nama kota itu adalah Penang.
Penang merupakan kota yang teratur dan nyaman untuk dibuat jalan kaki. Kota ini dijuluki “Kota Seni.” Karena banyaknya karya seni jalanan dan tata kotanya yang artistik. Ekonominya juga maju. Hampir semua orang di kota ini ramah. Mereka juga saling membantu. Menurut pandangan manusia pada umumnya, kota ini adalah kota impian!
Hampir setiap pagi Ibu Belinda membangunkan Belinda dengan kata ini:
“Belinda, bangun sayang. Hari ini dan hari esokmu akan cemerlang. Jauh lebih baik dari Ibu sekarang ini. Bangun untuk kehidupan yang lebih baik, sayang. Ayo, cepat bangun!”
Kata-kata itu menaruh harapan pada hati kecil Belinda. Mungkin harapan itu akan menjadi nyata. Harapan kecil itu ada dan bersinar terang dalam hati kecil Belinda. Belinda harus mengejar harapan itu dan membuatnya nyata. Seluruh kasih sayang yang diberikan Ibunya membekas dalam lubuk hatinya. Itu semua memberikannya pancaran semangat untuk membebaskan harapan dan cintanya pada dunia.
Hari itu Belinda tidak melakukan apa-apa. Berbeda dengan biasanya dia yang pro-aktif dan rajin membantu Ibunya. Belinda adalah anak yang baik. Ibunya percaya dan tahu itu. Maka dari itu, Ibunya membiarkan Belinda sendirian. Pasti dia sedang memikirkan dan merencakan hal yang baik. Terima kasih Tuhan, kau menitipkan bidadari dalam hidupku. Batin Ibu Belinda seraya tersenyum sambil menyapu gubuk kecil buatan sendiri yang menjadi rumahnya.
Malamnya, saat sebelum tidur, Belinda sudah memutuskan resolusinya. Ia akan merantau ke dunia luar sana mencari kebahagiaan. Mengambil langkah untuk hidup yang lebih baik. Cinta Belinda akan hidupnya akan bertambah setelah perantauannya ini. Belinda tahu itu.
Paginya Belinda membereskan barang-barangnya untuk pergi jauh ke sana. Ibu Belinda segera terbangun dan menanyakan apa yang dilakukan Belinda:
“Nak, apa yang kamu lakukan?”
“Aku berkemas, Bu.” Jawab Belinda.
Ibu Belinda terdiam. Berusaha menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh anak semata wayangnya itu.
Melihat Ibunya yang kelihatan bingung, Belinda berkata, “Aku akan pergi ke luar sana, Bu. Aku ingin mencari hidup yang lebih baik.”
Sontak Ibu Belinda menangis sesenggukan. Kenapa anakku harus meninggalkanku karena alasan mencari kemakmuran? Sedangkan aku sudah terlalu tua untuk ikut dengannya. Seandainya saja aku masih muda… Ibu Belinda membatin. “Aku-aku…” Ibu Belinda pun gagap seakan ingin mengutarakan isi hatinya.
Langit pun menangis. Menangis sangat berat. Air matanya dengan cepat dan kerasnya menembus tanah dan menjadi sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Itulah alasan mengapa kayu pohon di depan rumah Belinda bisa begitu cokelat dan kokoh seperti rambut Belinda. Kini pohon itu juga menderu-deru diterjang angin. Seperti hati Ibu Belinda yang sangat mengharapkan anaknya selalu ada di sampingnya.
Ibu Belinda sangat mencintai Belinda. Tahu ia tahu mencintai bukan berarti tak membiarkan orang tercinta pergi. Kadang, cinta butuh pelepasan. Tak harus dekat untuk berbicara dari hati ke hati. Kadang jarak lah yang dapat menyampaikan cinta dengan semua yang dilewatinya. Sebenarnya, cinta tak mengenal jarak dan waktu. Jadi apa? Ia harus melepaskan anak terkasihnya, Belinda demi mengejar mimpinya. Bukankah membiarkan orang tercinta mengejar mimpinya juga merupakan bentuk cinta juga?
“Iya, nak. Kejarlah mimpimu.” Ucap Ibu Belinda kuat.
“Terima kasih, Ibu!” Belinda pun memeluk Ibunya. “Aku takkan pernah melupakan Ibu!” Teriak Belinda hingga langit menggema. Langit pun tahu cinta Ibu dan anak tersebut. Bagaimana ia tak bergetar jika di bawahnya ada cinta kasih yang nyata? Walaupun sebenarnya Ibunya kaget atas teriakan anak gadisnya yang cantik jelita itu. Tapi teriakan itu memiliki maksud yang mulia. Ya, menyatakan cinta pada Ibunya. Burung-burung pun beterbangan senang atas semua yang dilakukan Belinda kepada Ibunya. Sekaligus juga kaget atas teriakan Belinda. Sama seperti Ibu Belinda.
Belinda segera membawa barang-barang dan bekal secukupnya untuk merantau pergi ke jauh sana. Belinda tak membawa bekal yang banyak. Karena ia juga akan bekerja di negeri orang, pikir Belinda. Belinda pun menyalimi Ibunya yang hujan air mata dan pergi menuju petualangannya.
Di hutan yang ia lewati, tak seorang pun bertemu dengannya. Hanya binatang-binatang dan pohon-pohon yang menjulang tinggi menuju langit yang ia temukan. Kadang, ada serangga yang hinggap di tubuhnya. Tapi Belinda tidak takut akan itu. Ia tak seperti kebanyakan perempuan yang mudah jijik akan binatang. Belinda adalah penyayang binatang. Itulah yang membuatnya spesial.
Berjalan dan berjalan, ia temukan hal-hal yang tak pernah ia pelajari sebelumnya. Bagaimana mendengarkan suara angin dengan baik, mendengar desah pohon yang tertiup angin, memandang langit dengan hati yang damai, dan berjalan menapaki bumi dengan menyadari luasnya bumi.

Sudah seminggu Belinda mengitari hutan yang kelihatannya tidak ada batasnya itu. Ia belum menemukan apapun yang menurutnya berharga. Ia makan buah dari pohon dan minum air dari mata air. Tidur di bawah pohon beratapkan langit yang sebenarnya. Semua keindahan alam ini memanjakan indra Belinda.
Belinda merasakan nikmatnya berada dalam kesendirian. Damai hati tak ada cekcok dengan sesama manusia. Ia hanya berargumen dengan diri, pikiran, hati, dan jiwanya yang selalu ada bersamanya. Belinda adalah anak yang diberkahi Tuhan. Sehingga selalu ada hawa nafsu yang bertengkar dengannya, setan yang selalu mengajaknya menuju kesesatan, orang kafir yang memusuhinya, dan malaikat yang mengajaknya ke jalan Tuhan, yang selalu berada di dalam hatinya. Sebagaimana dikatakan hadits nabi.
Belinda adalah anak yang selalu bersyukur. Ia tak pernah iri pada nikmat yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Ia hanya melihat apa yang ia dapat dan melakukan yang terbaik dengan semua itu. Sebenarnya, gadis-gadis kota Penang yang kaya akan materi sering iri pada Belinda yang dianugrahi paras yang cantik dan badan dengan lekuk tubuh yang ideal. Tapi, sebagaimana Belinda melakukan kebaikan dengan seluruh hatinya, gadis-gadis itu tidak melihatnya. Hati mereka hitam kelam dan keras. Tak tersentuh dengan kehidupan rohaniah dan memanjakan diri serta melebur dalam kenikmatan duniawi. Tak patut kita contoh gadis-gadis kota Penang itu.
Di antara kesendirian dan alam, di sanalah Belinda menemukan tanda kemakmuran. Ya, dia menemukan burung emas yang bertengger di pohon. Belinda terkaget-kaget dalam hatinya. Walaupun ia hanya terkesiap di luarnya. Burung itu memiliki bulu emas yang bersinar-sinar di bawah sinar mentari. Kaki emas dan daging emas yang dilihat Belinda menandakan kemakmuran bagi siapapun yang mendapatkannya.
Setelah lama terkagum-kagum dengan burung emas itu, yang tak bergerak sejak tadi seakan-akan memamerkan keindahan dirinya di panggung yang disorot dunia. Ia bergerak mendekati burung itu. Perlahan namun pasti ia melangkahkan kakinya dan menyiapkan tangannya untuk menangkap burung tersebut. Dan dia pun menangkap burung dan berusaha mencabuti bulunya tanpa ada rasa takut akan adanya kutukan. Dan benar saja, saat ia mencabuti bulu pertamanya, Belinda berubah menjadi bunga emas.
Dan di situlah Belinda menunggu sebagai sekuntum bunga emas. Disiram hujan, ditiup angin, diterpa sinar matahari. Menunggu tanpa lelah, mengharapkan keajaiban. Belinda menginginkan seseorang untuk mencabut kutukan itu. Walaupun tak tahu bagaimana. Belinda juga tak tahu apa yang ada di balik keberadaanya sebagai bunga emas.
Bunga Belinda punya kekuatan “hidup selamanya” karena sebenarnya Belinda adalah anak terberkati yang ditakdirkan untuk hidup yang splendid.
Tak ada orang yang melewati daerah bunga emas Belinda setelah sekian lamanya. Daerah itu sangat terpencil. Jauh dari perkotaan maupun pedesaan. Jauh dari mata air dan jauh dari tempat orang cultivating. Jauh dari mana-mana. Belinda hanya dekat dengan hatinya dan Tuhan yang ia percayai akan menolongnya dari cobaan yang ia hadapi.
Selagi menjadi bunga, Belinda hanya bermain dengan dirinya sendiri. Membiarkan dirinya terbawa pada masa lalu yang indah. Membiarkan alam imajinasinya melayang bersama napasnya yang terbawa jauh oleh angin di sana. Hatinya selalu berdoa pada Tuhan yang menciptakannya selagi raganya menjelma menjadi bunga emas. Raganya boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran Belinda terbang sebebas-bebasnya. Hanya seperti kata Kartini.
Hari-hari dengan unsur yang sama namun cerita yang tak sama berlalu bersama angan Belinda. Ia ditemani binatang-binatang yang berada di dekatnya. Tingkah polah binatang-binatang itu membuat Belinda terkikik dalam hatinya. Di dalam kikikannya tersebut, masih terdapat doa yang terselip di dalamnya.

Suatu hari, seorang pangeran yang menyukai bunga sedang berburu dan tersesat di hutan. Terpisah dari para pengawalnya. Sampai ia duduk beristirahat tepat di dekat Belinda yang menjelma menjadi bunga emas. Pangeran sangat terpukau karenanya. Tak sampai seorang pun melihat sekuntum bunga emas yang berharga ini. Hanya pangeran ini yang menemukannya. Seperti takdir mempertemukan mereka.
Ternyata, menjadi bunga adalah jalan Belinda bertemu pangeran yang menyukai bunga.
Pangeran itu pun memetiknya. Seketika setelahnya, pangeran itu pun tertidur.
Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat gadis cantik berambut cokelat bagai batang pohon paling delicate di dunia ini. Kulit seputih salju dan warna mata yang sangat indah bagaikan pelangi. Gadis itu pun mendekatinya dan berkata, “Terima kasih,” sambil memberikan senyumnya yang termanis. Untuk apa “terima kasih” itu? Tak seorang pun tahu. Tapi karena itu, sang pangeran jatuh cinta pada gadis di mimpinya itu. Tanpa mengetahui bahwa gadis itu adalah Belinda.
Sebangunnya, pangeran menemukan bahwa dadanya berdegup kencang. Di hatinya tersimpan rasa untuk gadis di mimpinya itu. Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa bahwa ialah gadis untuk hidupnya.
Sang pangeran berandai kapan ia akan bertemu lagi dengan gadis impiannya lagi? Apakah ia harus bermimpi lagi? Atau haruskah ia menunggu musim dingin untuk pergi dan mengharapkan musim semi turun agar ia dapat bertemu dengannya di antara bunga yang bersemi? Seperti kata lagu BTS, Spring Day, berapa malam lagi harus ia lewati tanpa tidur hanya untuk bertemu dengan sang pujaan hati? Akankah ia datang lebih cepat menuju gadis impiannya jika dia adalah butir salju yang berjatuhan di udara?  Ya, dia kesal pada gadis itu, ia meninggalkannya. Tapi tak ada hari yang ia lewati tanpa memikirkannya. Pangeran itu sempat berpikir untuk menghapusnya. Karena itu lebih tidak menyakitkan daripada harus menyalahkannya. Tapi ia yakin, di ujung musim dingin ada hari di mana bunga bersemi.
Di lamunannya, di bawah bintang-bintang benderang, masih terpikir Belinda di benak pangeran itu. Kenapa ia bisa merindukannya separah ini? Apakah ia berubah? Apakah gadis itu mengubahnya? Alam imajinasinya melayang dengan bayangan gadis itu di sampingnya.
Hujan turun, panas matahari menyengat, salju turun, musim bersemi, dan akhirnya daun-daun berguguran. Itu semua tak membuat gadis itu sirna dari pikirannya. Sampai seorang nenek membiusnya dengan sapu tangan yang diberi obat bius tradisional. Nenek itu menyekap hidung dan mulut pangeran yang membawa bunga emas di saku belakang celana kerajaannya. Kau perlu tahu, bahwa nenek itu adalah penyihir jahat yang menginginkan kekuatan ajaib bunga Belinda.
                                                             
Di sinilah bunga emas dan pangeran berada sekarang. Di gubuk yang shabby dan tak layak milik penyihir yang menculik mereka. Tapi anehnya, pangeran tidak sedih karena itu. Walaupun ia terbiasa dengan kenyamanan kerajaan. Begitu juga Belinda, ia tak mengeluh sama sekali tentang keadaan di sekitarnya. Ia adalah anak yang selalu bersyukur. Patutlah kau mencontoh Belinda yang tak bergantung pada materi.
Gubuk itu gelap dan pengap. Ada banyak jaring laba-laba dan debu di udara. Barang-barang yang mulai rusak berserakan. Bau bangkai tikus di mana-mana. Belatungnya terlihat mengitari rumah baik di dinding dan tiang kayu maupun di lantai. Untuk apa aku di sini? Pangeran dan Belinda bertanya-tanya dalam hati sambil figuring out apa jawabannya.
Berada di tempat yang buruk adalah hal yang biasa bagi Belinda. Tapi dengan pangeran di sampingnya tak biasa baginya. Pangeran itu memiliki paras tampan dan tubuh yang ideal. Itu tak sedikit pun menyentuh hati Belinda. Karena tipe ideal Belinda adalah orang yang memiliki hati mulia dan senantiasa tersenyum. Begitulah Belinda, yang tak mencintai orang berdasarkan fisiknya.
Malam-malam pangeran lewati dengan bunga emas yang berada di sakunya. Tenggelam dalam pikiran di mana gadis impiannya. Jatuhnya bintang melewati jendela membuat pangeran berharap akan pertemuannya dengan gadis impian. Dia percaya ia akan segera bertemu gadis impiannya di tanah ini. Tanah di mana keajaiban terlahir.
Setiap malam jam 12, penyihir itu mengambil dan memegang bunga emas di dekat pangeran. Bunga Belinda tak bisa jauh dari pangeran karena pangeranlah yang menemukan Bunga emas itu. Dalam kata lain, pangeran adalah Tuan Bunga Belinda. Jika sedikit saja Bunga Belinda jauh dari pangeran, Bunga Belinda akan layu. Dan untuk melakukan keajaiban, haruslah penyihir itu menyanyikan lagu sakral untuk dirinya selagi sekarat:
Bunga tumbuhlah
Muncul kekuatan
Kembalikan semua
Semua milikku
-Tangled
Setelah itu semua penyakitnya hilang seketika. Dan perlahan-lahan akan muncul lagi hingga puncaknya jam 12 malam pada esok harinya. Hal ini selalu dilakukan di menara di belakang gubuk yang dikelilingi padang rumput. Memang jalannya melelahkan sekali. Mereka harus menaiki tangga yang sangat panjang. Di suasana yang gelap dan pengap. Tapi lagi-lagi pangeran dan bunga emasnya bersabar dan menerima keadaan di sekitarnya dengan lapang dada.

Padang rumput itu sangat luas. Bagai tak ada seorang pun yang tinggal di sana. Sepi dan indah. Dua kata itulah yang menggambarkan padang rumput di belakang gubuk penyihir itu. Angin berhembus kencang meniup bunga emas pangeran sayup-sayup bergerak kesana kemari, Pangeran juga pleased aatas kenikmatan angin tersebut. Karena tinggi, dari atas menara ini, dengan jendela yang terbuka, udara dingin dengan mudah mencapai bulu kuduk pangeran dan batang si bunga emas.
Gadis itu benar-benar gadis yang baik. Dapat dilihat dari pancaran matanya yang tulus dan murni bak pelangi. Dan karena itu juga, pangeran yakin. Di balik hujan ini aka nada pancaran sinar matahari yang mendatangkan Sang Pelangi alias gadis impiannya itu.
Walaupun tak bertemu dengan gadis impiannya itu, pangeran tahu, bahwa gadis itu adalah teman terbaiknya. Dari cara ia mengatakan terima kasih. Semuanya sudah jelas. Gadis itu adalah cinta sejatinya.
Si Bunga Emas belum jatuh cinta pada pangeran sama sekali. Satu-satunya yang ia jatuh cinta pada adalah padang di belakang gubuk penyihir yang menculiknya itu. Padang itu membawa Belinda tinggi lebih dari apapun. Karena itu Belinda juga menikmati jika angin padang itu bertiup mengenai saku pangeran tempat bunga itu berada. Bunga itu tak pernah layu seperti semangat hidup Belinda. Belinda benar-benar memiliki semangat hidup lebih dari siapapun. Terlebih lagi, bunga itu adalah bunga ajaib yang merupakan bentuk lain dari anak yang hatinya tulus.

Pangeran merintih di tidurnya. Ia berkata. “Selamatkan aku! Selamatkan aku!” Pangeran merasa harus diselamatkan oleh gadis impiannya itu sebelum ia jatuh. Pangeran berharap gadis impiannya akan mengulurkan tangannya untuk menyelamatkannya. Karena saat bertemu gadis itulah matahari bersinar terang dan pangeran melepaskan semua kesedihannya.
Setiap pagi, pangeran membuat sarapan untuk sang penyihir. Jangan tanya Bunga Emas bagaimana. Bunga itu ajaib. Tidak perlu disiram. Tak membutuhkan pupuk dan air seperti bunga biasa. Hidangan yang biasa pangeran siapkan di pagi hari adalah bubur gandum. Semua gandum itu didapatkan dari ladang gandum di belakang gubuk penyihir. Tepatnya di padang itu. Pangeran juga yang mengelola ladang itu. Bisa dibilang, pangeran adalah pembantu baru penyihir. Siangnya, mereka makan sop sayur. Yang lagi-lagi bahan-bahannya didapatkan dari pengolahan sendiri. Dan malamnya, mereka makan daging. Makanan malam adalah yang paling enak dari semuanya. Pangeran sendiri merasakannya. Sedangkan Belinda hanya bisa mencium bau masakan lezat pangeran.
Dia hanya tampan saja. Aku belum terlalu tahu sifatnya tapi aku tidak menyukainya. Bukan benci, hanya biasa saja. Tapi selama ini aku selalu berada di dekatnya. Bagaimana jika ia adalah cinta sejatiku? Jika memang iya, aku harap ia akan selalu tersenyum dan berhati mulia. Kata Belinda pada dirinya sendiri.
Sikap penyihir itu pada pangeran sangatlah galak. Ia sering memarahi pangeran karena hal sepele. Awalnya pangeran ingin menangis. Walaupun tanpa mengeluh. Tapi hari demi hari terlewati dan pangeran semakin menjadi pribadi yang kuat. Bagai besi yang ditempa terus-menerus, akan menghasilkan karya yang indah. Sedangkan besi yang hanya dielus-elus terus, takkan menghasilkan apa-apa. Pangeran sudah ditempa dengan tempat tinggal yang buruk, pemanfaatan dirinya, dan sikap penyihir itu. Hidupnya bersama penyihir sangat unpleasant. Tapi gantinya, pangeran menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Lagi-lagi, setelah pekerjaannya selesai, ia diminta naik ke atas menara untuk melakukan ritual. Dengan bunga emas di sakunya, takkan ada apa-apa. Karena walaupun pangeran tidak tahu, bunga itu adalah cinta sejatinya.
Saat melakukan ritual, pangeran seperti berkata pada gadis impiannya dalam hati, Saat aku menemukanmu, aku takkan meninggalkanmu. Aku takkan pergi darimu. Aku akan selalu bersamamu. Karena kau adalah harta karun yang aku temukan di ujung pelangi.
Cara penyihir itu menyembuhkan penyakit dari Bunga Emas adalah memegang bunga emas dan menyanyikan mantra. Sesimpel itu. Tapi dilakukan setiap hari.
Saat ingin pergi tidur, pangeran, bunga emas, dan penyihir harus menuruni tangga yang sangat panjang itu. Suasananya gelap dan pengap. Jika dilihat dari atas, serasa menara itu akan runtuh karena rasa takut kita akan ketinggiannya. Melewatinya bagai diikuti hantu deri belakang. Mana banyak sarang laba-laba dan debu karena tidak pernah dibersihkan. Penyihir mengancam pangeran jika ia tak menuruti kemauannya, ia akan disuruh tidur di tangga menara. Sungguh malang nasib pangeran.
Malam ini, pangeran tidak bisa tidur. Ia hanya bermimpi bersama gadis impiannya. Bepergian ke mana pun oke baginya. Karena kemanapun mereka berdua pergi, di sanalah taman bunga surga. Semua pikiran terlewati. Yang bisa pangeran katakan adalah, “Aku mencintaimu.” Tanpa tahu bahwa gadis impiannya mendengarkan perkataannya tanpa tahu bahwa ialah yang dimaksud.
Pagi harinya, angin berhembus sepoi-sepoi. Hari ini sangat windy with breeze. Dingin. Pangeran merasa kedinginan. Apalagi Belinda. Tapi mereka take a pleasure dari cold windy day itu. Lagipula,itu menyegarkan pikiran pangeran dan Belinda. Membuat mereka tidak mengantuk. Angin sejuk itu membawa mereka ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi lagi. Mereka lebih aware dalam apa yang mereka lakukan dan apa manfaatnya. Begitulah jika dekat sedang kekasih hati, hal-hal buruk berubah menjadi hal-hal baik dalam perspektif yang tercipta akibat cinta di udara.

Kerajaan gempar karena pangeran tidak datang kembali setelah berburu bersama pengawal-pengawalnya. Pengawal-pengawal itu pun kena marah raja atas ketidakwaspadaan mereka. Tidak hanya itu, mereka juga dipecat. Raja dan ratu menangis bersama di kamar mereka. Ratu menangis sesenggukan hingga suaranya habis. Bagaimana tidak? Anak semata wayangnya, pewaris kerajaannya, hilang tanpa tahu dimana. Bawaan raja pada para pengawalnya juga jadi marah-marah. Kasihan sekali raja dan ratu yang memiliki segala materi tanpa memliki harta berharganya, yaitu anaknya.
Sementara itu, pangeran juga memikirkan ayah dan ibunya. Betapa kasihan ayah dan ibunya. Ia menangis untuk mereka. Dari air matanya, Belinda tahu bahwa itu adalah tangisan tulus yang mulia. Hati Belinda bergetar karenanya. Aku pikir laki-laki ini baik juga. Aku-aku… Bibit cinta mulai tumbuh dalam hati Belinda. Walaupun Belinda belum terlalu jujur untuk mengakuinya pada diri sendiri.
Pangeran terus menangisi ayah dan ibunya dalam itu. Ia tak tidur tapi bermimpi. Ia jatuh dalam reverie. Bertemu dengan ayah inunya dengan gadis impian di sampingnya. Itulah satu-satunya yang ia harapkan. Ia yakin ayah ibunya pasti akan merestui mereka. Karena Belinda adalah gadis yang memiliki mata di mana alam semesta menaruh dirinya, dengan kulit selembut salju yang sudah ditunggu pangeran sejak lama, rambut selebat pohon di mana pangeran berteduh dari panasnya hidup, dan senyum yang membawa kehangatan berada di dekatnya. Kemana pun Belinda dan pangeran pergi, di sanalah padang bunga.
Momen berjatuhan pada pangeran seperti kelopak bunga yang kering. Di antara semua momen itu, terselip Belinda di dalamnya. Pangeran itu berkata pada Belinda, “Kaulah matahariku. Satu-satunya dalam hidupku. Datanglah kepadaku. Setidaknya aku bisa tersenyum melihatmu.”
Mendengarnya Belinda hanya tersenyum.
“Dengarkanlah detak jantungku, ia memanggilmu atas keinginannya sendiri, gadis impianku.”
Belinda tersenyum kembali.
Belinda pun mendekatkan telinganya pada dada pangeran dan tertawa, “Hihihi…” Baru kali ini pangeran mendengar suara gadis impiannya itu. “Aku tidak mendengar namaku sama sekali.” Belinda kembali tersenyum. Pangeran pun tersenyum balik pada Belinda dengan perasaan cinta. Bagaimana rasanya disenyumi kekasih hidupmu dengan perasaan yang tulus? Tak ada seorang pun yang menginginkan rasa lain.
Pangeran pun terbangun dari reverienya. Segera pangeran bangun dari tempat tidurnya dan pergi menuju jendela. Matahari sudah menunjukkan dirinya. Di antara awan-awan oranye dan terbangnya burung-burung di langit. Sudah pagi. Pikir pangeran. Pangeran pun terus memandang padang lewat jendela gubuk sang penyihir.
Padang itu sangat luas tanpa pohon menghiasi. Sehingga terlihat cakrawala tepat di atas rumput-rumput itu. Pangeran terus memandangi padang itu hingga sore hari. Entah kenapa, hal itu membuat pangeran tidak merasa sendirian. Karena memang, Belinda sendiri menikmati pemandangan tersebut. Belinda juga merasa tidak sendirian. Kedua sejoli itu menatap ciptaan Tuhan bersama dengan hati yang tentram. Sampai waktunya mereka melakukan ritual ajaib penyihir dan bunga emas.
Pangeran yang dipanggil penyihir pun tersenyum. Pangeran selalu tersenyum dan membuat Belinda jatuh hati. Pangeran sudah menerima pemahaman hidup baru dari Tuhan Yang Maha Esa. Tersenyumlah agar bahagia. Bukan bahagia lalu tersenyum. Lagipula, senyum itu ibadah. Sebenarnya juga, tanpa sepengetahuan pangeran, ia sudah selalu beribadah pada Tuhan. Setiap detak jantungnya ialah memuji Tuhan. Tiap hembusan napasnya bersyukur memanggil Tuhan. Sebenarnya, pangeran adalah orang alim. Ia berada dalam cahaya kealiman. Sehingga ia tak tahu kealimannya. Sedangkan kebanyakan orang berada dalam kegelapan kebodohan. Sehingga mereka tidak tahu akan kebodohan mereka. Sungguh beruntung Pangeran.  Hatinya memiliki keinginan yang lain yang lebih dari materi. Hatinya memiliki keinginan yang sejati. Yaitu dapat mengabdi dengan sebaik-baiknya dengan Tuhan yang mencintainya.
Belinda mulai jatuh cinta pada pangeran. Jantungnya berdetak kencang setiap saat. Sebagaimana cintanya yang tulus, ia lebih mencintai pangeran daripada dirinya sendiri. Betapa mahadahsyatnya cinta Belinda. Dirinya selalu tersenyum setiap memikirkan pangeran. Baginya, diri pangeran lebih indah dari cakrawala. Lebih mencintai daripada Romeo. Lebih lembut dari dandelion. Lebih baik daripada siapapun. Dan paling tepat menjadi kekasih hatinya.
Belinda ingat masa kecilnya. Di mana ia bisa melakukan apapun tanpa peduli bagaimana pendapat orang di sekitarnya. Ia  teringat bagaimana ia bisa bebas sekali dalam menjadi dirinya. Di mana ia bermain di sekitar rumahnya dengan senyum bahagia. Membantu ibunya dan teriris pisau. Berlarian dan jatuh di rumput. Bermain lumpur dan menjerit bahagia. Dan bercengkrama dengan Ibunya dengan penuh kasih sayang. Masa kecil adalah masa terindah dalam hidup manusia. Itu sudah terbukti dengan polosnya kita dan hati kita bersih tanpa dendam saat kita masih kecil. Oh, aku harap aku bisa kembali kecil lagi.

Malamnya, saat waktunya melakukan ritual ajaib. Belinda sudah tak bisa menahan persaannya. Ia berkata, “Aku mencintaimu, pangeran.”
Seketika, Bunga Emas itu berubah menjadi Belinda. Dengan sparkle dan all-glitters keajaiban terjadi. Belinda dengan baju seadanya yang rapih pun muncul. Membuat pangeran terpana dan menangis karena akhirnya ia menemukan gadis impiannya.  Kutukan itu hanya bisa dipatahkan dengan pengakuan cinta pada cinta sejati. Ya, cinta sejati Belinda adalah pangeran. Sebenarnya, Belinda tak sadar bahwa dengan mendapatkan pangeran, ia dapat mendapatkan harta yang berlimpah bagai tak ada habisnya. Tapi hal itu sama sekali tak terpikirkan oleh Belinda. Cintanya terlalu tulus untuk memikirkan apa advantages yang ia dapatkan, Cinta sejati memang hal yang hakiki dalam hidup. Dua sejoli yang memiliki Tuhan sebagai kekasihnya kini bertemu dalam cinta yang diberkahi. Mereka berharap, dengan kebersamaan mereka, mereka akan lebih dekat dengan Tuhan.
Belinda dan pangeran pun berpelukan. Butir-butir air mata pangeran mengenai pundak Belinda. Mereka percaya, dengan kekuatan cinta mereka, mereka bisa menghadapi dunia yang kejam ini.
“Aku mencintaimu. Aku adalah Bunga emas yang selalu bersamamu. Aku mekar untukmu. Aku adalah shooting star dalam mimpimu. Aku dikutuk menjadi bunga emas karena mencabut bulu Burung Emas. Aku tak tahu apa-apa. Yang aku inginkan hanyalah kehidupan yang lebih baik lagi. Dan kini aku bertemu denganmu dan senyummu. Hidupku menjadi sempurna sekarang.” Kata Belinda.
“Kaulah gadis impianku. Yang selalu aku impikan berada di dekatku. Kaulah cinta sejatiku. Darahku, keringatku, dan air mataku semuanya milikmu. Awalnya aku kehilangan arah dalam hidupku, hingga aku bertemu kamu. Aku bertemu denganmu pertama kali lewat mimpiku. Mimpi itu yang selalu kuingat. Mimpi itu yang menjadi semangat hidupku sampai saat ini. Tolong terimalah cintaku. Karena yang aku tahu hanyalah cara mencintaimu. Kau adalah mimpiku yang baru.” Kata pangeran.
“Aku selalu menerimamu tanpa kau minta. Kau juga mimpiku yang baru.” Jawab Belinda.
Mata Belinda dan pangeran saling menatap. Tatapan mereka menyiratkan pesan: Mereka harus mengalahkan penyihir itu dan pergi dari sini untuk kehidupan yang lebih baik.
Mereka berperang menggunakan barang-barang yang ada di sekitar mereka. Mereka menghantam, memukul, dan menendang penyihir itu. Tapi penyihir itu terlalu kuat. Penyihir itu berusaha untuk menyihir Belinda dan pangeran dengan tongkat sihirnya. Ia mengarahkan tongkat sihirnya pada Belinda dan pangeran. Tapi hasilnya nihil. Belinda dan pangeran dapat menghindar arahan mantra penyihir. Menara itu menjadi chaotic. Barang-barang bertebaran dimana-mana. Sangat tidak teratur.
Peperangan berlangsung sengit. Sampai Belinda dan pangeran lebam dan berdarah-darah. Penyihir itu juga sudah mulai sakit-sakitan karena tidak melakukan ritual ajaib. Penyihir itu mulai berkeriput, gerak anggota badannya menjadi pelan, ia mulai terhuyung-huyung dan pingsan.
Keadaan pingsan itu dimanfaatkan oleh Belinda dan pangeran. Mereka mendorong penyihir itu ke tangga dan matilah ia. Kini, Belinda dan pangeran pun bebas. Mereka merayakannya dengan berpelukan. Belinda pun mencium aroma tubuh pangeran yang wangi seperti bunga. Mereka tidak melepas pelukan mereka karena pelukan itu seperti pesta yang tak mau kau tinggalkan.
Belinda dan pangeran pun menuruni menara itu dengan perasaan kasmaran. Mereka tersenyum-senyum satu sama lain sambil berpegangan tangan. Suara cinta pun bergemuruh. Tanpa mulut. Hanya kata hati.
“Sekarang, ayo kita pergi ke istanaku. Pelaminan menunggu kita.” Kata pangeran. Bukan berani. Hanya sudah mengetahui Belinda memiliki keinginan yang sama.
“Iya.” Jawab Belinda tersipu malu.
“Kaulah samuderaku.” Kata pangeran.
Hati Belinda memang luas hatinya bagai samudera. Menerima apapun dengan lapang dada. Dan dapat menerima ilmu ilahi dengan tulus karena ikhlasnya melakukan segala sesuatu. Bagaiamana pangeran tidak jatuh cinta?
Burung-burung menunjukkan jalan Belinda dan pangeran pulang ke istana. Seakan mereka tahu bahwa Belinda dan pangeran adalah cinta sejati yang sesungguhnya.Yang dicintai Tuhan. Seluruh dunia seakan mengitari mereka karena hati mereka yang sudah tak terikat dengan urusan duniawi.
Belinda menggengam lengan pangeran dengan penuh kasih sayang. Dengan pasangan hidupnyalah ia bertemu orang asing di tanah yang asing baginya tapi tidak untuk pangeran. Pangeran betul-betul ingat di luar kepala tentang tanah kelahirannya.
Sesampainya di istana, kerajaan heboh. Pewaris tahta mereka sudah kembali dengan gadis cantik yang dibawanya. Raja dan Ratu pun memeluk pangeran dengan bahagia. Pangeran menjelaskan bahwa gadis yang dibawanya, Belinda, adalah cinta sejatinya. Raja dan ratu pun percaya karena melihat diri Belinda yang begitu bersinar. Segera beberapa hari setelahnya, pernikahan pun dilaksanakan.
Setelah resmi mejadi istri pangeran, Ibu Belinda pun dicari untuk tinggal di istana bersama Belinda. Ibu Belinda pun bahagia dapat bertemu anaknya lagi.

Begitulah cerita Belinda. Belinda pun hidup bahagia tanpa melupakan Tuhan dalam hidupnya. Bisa kita lihat, betapa banyak nikmat yang diberikan tuhan kepada Belinda. Justru ia selalu bersyukur akan apa yang Tuhan berikan padanya. Jangan khawatir, Belinda juga bersyukur karena itu, kawan.